This is default featured slide 0 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Incurable Disease


“Hari ini cerah!” seru Nanda sambil mengantongi stetoskopnya.
“Bagiku tidak,” bantah Fian dengan sorot mata kosong, menatap jauh di depannya.
“Bukankah kau sudah tahu berapa lama lagi sisa waktumu,”
“Kau! Bukankah itu terdengar kasar?” protes Fian terdengar tak senang.
“Kau tidak bisa terus-terusan diam seperti ini, kalaupun kau meninggal besok matahari tetap bersinar secerah ini, tak ada yang merasa buruk karenamu,” kata Nanda.
“Sudah selesai mengejekku? Ch! Dokter seperti apa kau itu!” bentak Fian dengan wajah sangar sekaligus terlihat kesakitan.
“Manusia seperti apa kau itu?” balas Nanda terdengar santai namun mencelos hati.
“NANDA!” bentak Fian kali ini benar-benar marah.
“Pikirkan sekali lagi, kau bukan anak sepuluh tahun lagi yang hanya bisa menyalahkan keadaan dan orang di sekitarmu untuk menutupi kesalahanmu. Apapun yang terjadi pada hidupmu itu kesalahanmu, karena itu pilihanmu sendiri.” ujar Nanda begitu tegas dan menatap kedua bola mata Fian yang tak lagi bersinar tanpa berkedip.
“Apa yang kau tahu, hah? Jangan menasehati hal yang tak kau ketahui!”
“Bukankah kau sudah berlebihan? Berhentilah beranggapan hanya kau yang merasa paling kecewa di dunia ini. Untuk apa menyalahkan perceraian orang tuamu? Kau hanya mengarang alasan untuk bisa mencoba hal-hal terlarang, kau tahu dunia yang kau datangi akan merusakmu, tapi kau tetap memilih di sana dan bersenang-senang,” serang Nanda mengeluarkan semua yang mengusik pikirannya sejak bertemu lagi dengan Fian.
“Fian yang dulu kukenal sepertinya sudah lama mati. Yang kulihat sekarang hanya seorang pasien HIV-Aids yang sedang pasrah menunggu ajalnya. Kau salah, aku tahu rasanya berada dalam kekacauan broken home, tapi aku berbeda, aku punya tujuan hidup dan tidak menjadikan itu alasan untuk lari dari kesulitan hidup. Aku berbeda, aku tak akan memilih menghabiskan hidupku dengan hal sia-sia. Kau menyesal sekarang?” tutur Nanda tanpa berhenti menyudutkan Fian. Mengacak-acak pikirannya yang sudah penuh dengan ketakutan.
“Kau memamerkan dirimu sekarang untuk balas dendam karena kuputuskan dulu, kan? Kau harusnya berterima kasih padaku.”
“Hah! Aku jadi semakin kasihan padamu, kau ternyata benar-benar sudah rusak. Yang kukatakan bukan karena masa lalu kita, tapi karena kau terlihat sangat terpuruk, dan kau masih tidak sadar kalau kau menghabiskan hidup tanpa tujuan dan begitu sia-sia?” tanya Nanda dingin dengan tatapan tajam.
 “Kau sudah selesai mengomel? Aku memang memilih jalan hidup yang salah, aku memang pengidap HIV, lalu kenapa? Meskipun aku buruk setidaknya aku merasa bebas.”
Tak terduga Nanda justru tertawa, wajah Fian yang semakin tirus dan pucat terlihat gerah dengan pembicaraan mereka. “Kau masih saja merasa bebas? Kau tidak pernah hidup dengan kekuatanmu sendiri, didikte oleh ketua gengmu yang sok berkuasa, kau tidak berdiri dengan kakimu yang sok kuat itu. Bahkan kau bisa bergabung di pergaulan bebas kelas elit itu karena harta keluargamu. Aku mengatakan semua ini supaya kau sadar, karena dari dulu kau menghindari masalah bukan berarti masalah itu menghilang, beban itu terus menumpuk dan kini memaksamu untuk menyelesaikan semuanya. Aku percaya kau tidak terlalu bodoh untuk berpikir tetap lari dari tanggung jawabmu, buang jauh-jauh pikiranmu untuk mati membawa rahasia kelompok gangster yang menjeratmu.” tutur Nanda begitu serius.
“Kau tidak tahu kesetiaan? Selama ini hanya mereka teman yang setia padaku.”
“Setia karena hartamu. See? Tidak satupun yang mempedulikanmu sengsara di rumah sakit. Semua keputusan ada padamu, ini kesempatan terakhir untuk mengubah hidupmu yang sia-sia itu, bekerja samalah dengan kepolisian untuk membongkar pengedaran narkoba dan skandal penularan Aids, atau kau hanya meninggal sia-sia di bawah tawa dan ledekan geng yang kaulindungi itu.” kata Nanda tegas dan cepat lalu beranjak meninggalkan Fian yang kemudian termenung menatapi matahari yang berangsur senja.
Mungkin kata-kata yang keluar dari mulut Nanda memang benar, hanya saja ego di hati Alfian masih tak ingin membenarkannya. Dan meski ia sadar bahwa hidupnya yang selama ini dibuatnya hancur berantakan memang salah, tapi harga diri yang tinggi tetap mengakui bahwa hidupnya tidak buruk, ia hanya mencari kebebasan. Saat berumur 15 tahun Fian mulai dikenalkan dengan kehidupan malam, klub-klub yang berisik dan dipenuhi huru-hara kenakalan. Saat itu orang tua yang dihormatinya dengan egois memutuskan cerai dan membuatnya merasa ditelantarkan. Bagi Fian yang baru menginjak masa puber, kehidupan malam yang bebas lebih menyenangkan dibandingkan saran-saran dan teguran keras dari Nanda yang tiap hari berlalu-lalang di telinganya.
Awalnya Fian hanya datang dan pergi menikmati suara musik yang memekakkan telinga dengan keramaian klub malam, namun dunia barunya mengajarkan hal yang lebih menyenangkan dibanding sekedar duduk-duduk dan menonton para penari-penari disko. Minuman keras. Satu-dua teguk ternyata berhasil membuatnya jatuh hati, menghipnotis Fian untuk minum lagi dan lagi. Seperti kebiasaan, seperti ada hasutan keras yang mengikatnya untuk berbaur dengan orang-orang yang mencintai kehidupan malam, pergaulan bebas, tanpa siapapun yang melarang, tanpa harus memikirkan hal-hal rumit yang terjadi di luar dinding klub bercahaya temaram itu.
Narkoba bahkan menjadi teman karibnya melebihi siapapun atau apapun, merasa begitu damai dengan hidupnya yang ditemani pil ekstasi. Seperti membisikkan lelucon di telinganya yang menghadirkan rasa gembira yang berlebihan, merasa ada gelitikan di jantungnya, membuatnya terus tertawa. Fian. Alfian Anggara sama seperti anak-anak lainnya, hanya membutuhkan perhatian dan sedikit kasih sayang, jika tak mendapatkan itu dari rumah yang hangat maka ia akan mencarinya di luar, tempat-tempat yang seharusnya tak layak didatangi calon penguasa negeri.
***
            “Hasil pemeriksaanmu hari ini stabil, besok siang kita ada jadwal terapi, kau tidak masalah dengan saranku, kan?” tanya Nanda dengan suara lembut dan wajah yang tersenyum menyenangkan, selalu sama seperti senyumnya delapan tahun yang lalu, sederhana dan indah.
            “Ya, lakukan saja,” kata Fian sambil meletakkan kembali tablet pc di atas meja.
            “Soal yang sebelumnya, aku minta maaf,” ujar Nanda, matanya terlihat sendu.
            “Maaf juga karena membentakmu.” balas Fian lalu beranjak keluar kamar rawatnya.
            Nanda dengan lesu meninggalkan Fian, kembali ke ruangannya, terduduk diam dengan pikiran amburadul, menarik kembali kenangan-kenangan dimana ada ratusan hari yang dihabiskannya bersama lelaki malang itu. Berharap banyak Fian merubah keputusannya untuk diam dan menyetujui permintaannya untuk memutuskan jaringan besar pengedar narkoba di ibukota.
            “Nan, kenapa aku harus mengikuti kata-katamu dibandingkan menjaga rahasia kelompok kami?” tanya Fian mengejutkan. Spontan Nanda berhenti mendorong kursi roda yang diduduki Fian.
            “Karena ada banyak orang di luar sana yang akan menderita sepertimu, jangan biarkan mereka terjebak juga, jika pengedar itu tidak ada, anak-anak di luar sana yang sedang sakit hatinya bisa memilih jalan sepertiku, melarikan diri dengan kesibukan sebagai pelajar. Kau bisa melakukan hal berguna untuk banyak orang, Fian,” jawab Nanda berusaha meyakinkan lelaki yang semakin kurus dan sayu itu, tampak fisiknya begitu letih dan rapuh.
            “Kalau kau tahu kenyataan yang keluar dari mulutku, kuminta jangan tinggalkan aku seperti orang tuaku, setidaknya temani aku sampai waktunya tiba.” pinta Fian seketika menggali kuburan di hati Nanda, membangkitkan kembali semua kenangan-kenangan yang telah dikurung begitu rapat.
            “Seperti dulu, aku hanya akan pergi saat kau suruh pergi.” kata Nanda keluar begitu saja tanpa sempat otaknya berpikir lagi.
            Sehari setelahnya Fian menyanggupi penyelidikan yang dilakukan polisi, membeberkan semua yang diketahuinya selama terlibat dengan agen pengedar narkoba terbesar di kota metropolitan yang begitu gemerlap ini. Tanpa ragu mengatakan rahasia besar tentang skandal penyebaran HIV-Aids di negeri ini. Mencengangkan, menjijikkan, mengerikan adalah gambaran tepat untuk para pecinta kehidupan malam.
            “Alasan penyebaran Aids sangat cepat karena itu adalah misi salah satu komunitas cosmo. Anggota komunitas cosmo kebanyakan dari berbagai negara dan mempengaruhi anak Indonesia, mereka menyebarkan Aids dengan banyak cara, dari suntikan, berhubungan langsung, ataupun cara-cara sederhana yang tak terpikirkan. Tusuk gigi di rumah makan, hati-hati dengan itu, itu bukan sekedar omongan iseng, penyebar virus itu seperti terobsesi untuk balas dendam, mereka bahkan memiliki target jumlah penderita Aids.” papar Fian.
            “Hampir semua yang ditargetkan mereka adalah siswa SMA, tapi tak sedikit juga pejabat yang jadi korban. Jadi jangan terlalu berburuk sangka mengira melonjaknya angka penderita Aids semata-mata karena kenakalan remaja, di balik itu ada rencana besar untuk merusak generasi yang berpikiran sempit dan mudah dirayu.” sambung Fian.
            “Lantas kenapa Anda tidak segera melaporkan ini pada kepolisian?” tanya salah satu polisi yang menginterogasinya.
            “Salah satu petinggi kalian adalah pelanggan setia kami, lagi pula bagiku orang-orang yang sangat mudah dirayu dan dipengaruhi tidak dibutuhkan untuk kemajuan negeri, lebih baik setengah dari penghuni negara ini mati dan tersisa orang-orang yang benar-benar berbakat dan bijaksana. Aku bahkan tidak terlalu yakin apakah hasil investigasi kalian bisa meringkus agen-agen besar kami, karena sama saja kalian memburu musuh dalam kandang sendiri, tersembunyi di bawah selimut kalian.” ledek Fian yang santai langsung menyulut emosi salah seorang polisi dan mengakhiri interogasi hari itu.
            “Nan, kamu pernah bilang ada negara yang sangat ingin kau tinggali,” kata Fian saat keduanya duduk di sebuah bangku taman rumah sakit yang panjang di bawah pohon dengan daun yang rimbun. Keduanya saling mengarahkan pandangan ke langit yang mulai berganti senja, jingga dengan awan kelabu.
            “Ya, sayangnya sampai sekarang belum kesampaian,” kata Nanda lalu tersenyum.
            “Kalau aku hanya berpikir hidup ini suram maka sampai mati aku hanya memiliki kenangan yang tak menyenangkan, kau juga bilang itu.” kata Fian lagi dan untuk pertama kalinya tersenyum. “Bantu aku melihat hari yang cerah, aku sekarang ingin punya kenangan indah untuk kubawa mati. Kanada, itu bukan tempat yang buruk untuk menghabiskan waktu.”
            “Fian,” ucap Nanda tak mengerti atau tepatnya kehilangan kata-kata.
            “Aku tak peduli kau masih menyukaiku atau sebaliknya, tapi untuk teman lamamu yang kurang bahagia ini, berbaik hatilah sedikit dan ini permintaan terakhirku.”
            “Tapi penyakitmu harus diobati,”
            “Di sana aku bisa mendapat perawatan yang lebih canggih, karena ini penyakit yang tak tersembuhkan, aku hanya ingin pergi dengan keadaan lebih baik dan hidup yang benar.”
            “Kau terdengar seperti Alfian Anggara yang dulu kukenal,” ungkap Nanda.
            “Jadi kau mau atau tidak?” tanya Fian lagi.

            “Ya, tentu saja.” angguk Nanda dan keduanya saling tersenyum, senyuman hangat yang ingin selalu mendebarkan.

oleh: Farida
Teknik Industri FT-Unsyiah 12

Surat Untuk Sahabat


Ujian itu datang menghadang
Wujud cinta kasih Tuhan padamu, sobat
Menyandang gelar baru sebagai ODHA
Bukan gelar yang kau harapkan pastinya

Menangis dalam kegelapan
Terbesit rasa ingin mengakhiri semua
Hidup terhina dalam murka
Kesakitan...pedih yang menghantui

Jangan menyerah sobat
Bangkit dan genggam tanganku
Perbedaan kita bukan rintangan
Bangkitlah warnai dunia dengan keindahanmu
Beri tawa dan segala hal yang bisa kau bagi

Tuhan pinjamkan sedikit waktu
Waktu untuk hidup dan berguna
Berani menembus ruang pembatas
Menjadi berarti ditengah badai kehidupan

Hakikat hidup yang sesungguhnya.

oleh: Rayya Fajarna
Teknik Industri FT-Unsyiah 13

Perisai Air Mata


Terbaring lemah, Menatap langit yang tertutup
Lirikan ujung mata kekanan dan kiri
Menitikkan air mata rasa kesakitan
Air mata yang menetes tanpa henti
Mencerminkan kesalahan nyata mas alalu
Kesengajaan atau ketidaksengajaan
Telah membaringkannya kini
Tubuhnya mati,namun bernyawa
Menyisakan tulang yang terbungkuskan kulit

Renungan yang setia menemani
Menusuk menembus tulang yang rapuh
Sakit, sungguh sakit, namun tak terelakkan
Diasingkan, dijauhi, ditelantarkan
Dia tak pantas diacuhkan
HIV/AIDS telah mencabik - cabiknya
Dia tak mampu sendiri melawan dengan air mata
Dia membutuhkan teman yang nyata
Yang setia menorehkan senyuman diwajahnya
Yang mampu menyatukan tubuhnya yang remuk
Yang mampu menjadi perisai dalam teriakan kesakitannya
Lupakan masa lalunya, tataplah dia yang kini

oleh: Al Muttaqin
Teknik Industri FT-Unsyiah'12






Peringatan Hari AIDS Sedunia, Sudahkah Tepat Sasaran?


            Hari AIDS Sedunia jatuh pada tanggal 1 Desember tiap tahunnya. Sejumlah kegiatan yang bertujuan “penanggulangan HIV/AIDS” diselenggarakan pada hari tersebut. Penyelenggara kegiatan bisa dari bermacam-macam golongan, organisasi, maupun profesi. Target dari kegiatan biasanya kepada anak-anak atau remaja. Berbagai “motif” pun  ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang terdapat di Hari AIDS Sedunia ini. Alhasil, kegiatan yang diselenggarakan hanya sekedar ikut-ikutan atau tidak relevan terhadap temanya.
            Sebagian masyarakat salah kaprah menanggapi Hari AIDS Sedunia ini. Mereka menganggap Hari AIDS Sedunia sama saja dengan hari besar yang lain tanpa mengetahui maksud dari hari tersebut adalah sebagai peringatan kepada seluruh manusia akan bahayanya infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
            Jadi, pantaskah Hari AIDS Sedunia diisi dengan kegiatan hiburan? Apa hanya dengan memakai pita merah terlipat dan membagikan mawar untuk pengendara di jalan dapat memberitahukan maksud Hari AIDS Sedunia kepada masyarakat? Lantas apa yang masyarakat dapatkan dari serangkaian kegiatan yang seperti ini? Hal inilah yang patut dipertanyakan.
            Hari AIDS Sedunia pertama kali dicetuskan oleh James W. Bunn dan Thomas Netter pada Agustus 1987. Tanggal 1 Desember dipilih sebagai Hari AIDS karena pada tanggal tersebut merupakan  tanggal  mati dalam kalender berita. Disebut tanggal mati karena 1 Desember cukup lama setelah pemilu AS pada tahun 1988 dan cukup dekat dengan libur Natal.
            Seperti yang telah kita ketahui, virus HIV merupakan virus yang sangat mematikan dan menakutkan. Pasalnya, jika terserang virus ini, maka penderita secara perlahan akan terkena AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), dimana daya tahannya sudah rusak atau hilang.
            Hal yang tidak kalah menakutkan lainnya adalah cara penularannya. Penderita HIV/AIDS dengan sangat mudah menularkan penyakitnya kepada orang-orang. HIV ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam dengan cairan tubuh yang mengandung HIV. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tersebut. Maka dari itu, penderita HIV/AIDS rentan mendapat hukuman sosial seperti pengasingan, penolakan, dan diskriminasi oleh orang-orang sekitarnya.
            Berdasarkan laporan perkembangan HIV/AIDS oleh Kementerian Kesehatan RI Triwulan II tahun 2013, disebutkan bahwa jumlah kumulatif infeksi HIV sampai dengan Juni 2013 sebanyak 108.600 jiwa, sedangkan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 43.667 jiwa. Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua.
            Betapa menyedihkan bagi mereka yang telah terinfeksi HIV/AIDS dan betapa menyedihkan melihat masyarakat awam yang bertindak seakan mengerti sepenuhnya tentang Hari AIDS Sedunia. Para tokoh penting dan selebritis berlomba-lomba menggunakan Hari AIDS Sedunia untuk mendapatkan perhatian masyarakat. Tidak menjadi suatu masalah jika kegiatan itu benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran, tapi jika kegiatan yg dilakukan  tidak memberi dampak positif kepada masyarakat alangkah lebih baik untuk tidak menyelenggarakannya.
            Memperingati Hari AIDS Sedunia tidak hanya dengan memasang spanduk atau baliho di jalanan, membagikan mawar, maupun menyelenggarakan konser, tetapi dengan memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat umum mengenai penyebab serta bahaya HIV/AIDS. Akan lebih baik lagi untuk menyosialisasikan kepada masyarakat pelosok yang kekurangan informasi dengan penerangan yang lebih mudah untuk mereka mengerti. Di samping mereka susah mengerti, mereka juga terkadang tidak peduli dengan hal yang seperti ini. Oleh karenanya, mereka harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah dalam sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS. Bukan hanya dengan melakukan seminar atau sosialisasi di kota yang mayoritas pesertanya adalah orang yang sudah mengerti akan HIV/AIDS.
            Sebagai contoh, materi pendidikan dan informasi dari kegiatan seminar yang diselenggarakan baik di sekolah, universitas, hingga gedung lainnya tentu akan sulit dicapai oleh masyarakat desa. Hari Peringatan AIDS di Bundaran HI tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat pinggir sawah. Jadi, hal inilah yang patut kita perhatikan untuk perbaikan kedepannya.

            Dalam memperingati Hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember tiap tahunnya, sudah semestinya kita menginstropeksi diri dan mengingatkan satu sama lain akan bahayanya HIV/AIDS. Lakukan kegiatan yang bersifat edukasi kepada masyarakat mengenai penanggulangan HIV/AIDS sehingga dapat meminimalisir korban. Sebaiknya tidak menyelenggarakan kegiatan yang tidak penting seperti yang bersifat hiburan di Hari AIDS Sedunia karena seharusnya kita memikirkan  mereka yang sedang bertahan hidup melawan penyakit yang mematikan ini, yaitu AIDS.

oleh: Mulya Muttawaqqil
Teknik Industri FT-Unsyiah 13

Menilik Kontroversi Pada Peringatan Hari HIV/AIDS 2013


Gaya hidup yang semakin modern membuat peradaban manusia semakin membaik dengan adanya teknologi yang canggih, dan industri yang semakin pesat.Tak khayal di aspek yang lain akan timbul sesuatu yang tidak diinginkan manusia dengan kehadirannya yang meresahkan,ialah penyakit yang mematikan seperti kanker, HIV/AIDS, ebola dan masih banyak yang lainnya.Yang menjadi sorotan serta topic hangat akhir-akhir ini adalah hari peringatan HIV/AIDS yang terjadi di Ibu Pertiwi ini.

Pertanyaan menariknya adalah bagaimana menyikapi peringatan ini dengan baik agar menjadi tindakan preventif yang baik? Lalu, sudah sesuaikah tema dan program yang diangkat dari peringatan hari HIV/AIDS ini dengan norma-norma yang berlaku di Indonesia khususnya?

Peringatanhari HIV/AIDS yang menuai polemidengan program yang diusungkan

Apa yang menjadi polemik disini? Tentu saja adanya program “PekanKondomNasional” (PKN) dengan poster diatas dan slogannya. Sungguh ironis, dibagian tangan terdapat tulisan yang kontradiksi dengan tulisan berbahasa inggris di bagian kanan, menjadi kegiatan yang diprakarsai dan dilaksanakan pihak swasta, yaitu DKT Indonesia yang merupakan salah satu distributor kondom di Indonesia, dengan sepengetahuan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Berbagai media menyororoti kegiatan ini, pentingkah bagi negeri ini diadakannya PKN?

Penolakan yang datang dari berbagai pihak
Tidak hanya programnya yang tidak sesuai dengan adat ketimuran, bahkan karena menuai kontroversi, Kementerian Kesehatan pun telah meminta agar kegiatan kampanye Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) itu distop. Bahkan bus bertuliskan 'PekanKondomNasional' juga diminta berhenti beroperasi.
SekretarisKabinet (Seskab) Dipo Alam melalui akun twitternya @dipoalam49  juga telah meminta Menteri Kesehatan dan Kementerian Kesehatan menghentikan kegiatan kampanye penggunaan kondom yang di luar kepatutan."PekanKondom yang di luar kepatutan dari tujuan. Saya sudah minta Menkes dan Kemenkes cegah cara-cara itu, dan copot poster-poster itu," kata Dipo. Ia mengaku sudah meminta Menkes dan jajarannya untuk mencegah akses kampanye anti-HIV yang tidak diperlukan dan di luar kepatutan.

Jubir Hizbut Tahrir, Ismail Yusanto mengatakan, "Program bukan hanya gagal tetapi juga berbahaya karena ini bias merusak cara berfikir seolah bahwa kalian bias melakukan seks apa saja asal pakai kondom. Kita harus kembali kecara yang benarbagaimana mengatasi persoalan berkembangnya HIV/AIDS ini secara komprehensif”

Sementara, psikologUniversitas Indonesia (UI) yang mengambil
 spesialisasi perilaku seksualZoyaAmirin membantah bahwa kondom melegalisasi seks pranikah. Meski demikian, dia tidak setuju dengan adanya pembagian kondom secara gratis pada acara Pekan Kondom Nasional. “Yang penting dilakukan bukan membagikan kondom secara gratis tetapi bagaimana mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menggunakan kondom. Karena tanpa edukasi semua percuma. Kita harus berbuat perubahan perilaku. Bagaimana melakukan perubahan perilaku yah edukasiEdukasinya bukan hanya agama tetapi juga harus ada nilai-nilai budaya," paparZoyaAmirin.

Sementara
 itu, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS NasionalKamil Siregar membantah adanya pembagian kondom kepada masyarakat umum terutama di kampus-kampus dalam acara Pekan Kondom Nasional. “Membagikan kondom kepada mereka yang tidak beresiko sangat tidak tepat sasaran. Kalau bagi kondom itu tidak ada gunanya. Itu hanya berguna kalau itu memang di tempatnya bukan di tempat lain karena virus HIV tidak menyebar di mana-mana dia hanya menyebar di tempatnya."

Panitia Penyelenggara akhirnya memutuskan untuk membatalkan kegiatan sosialisasi pemakaian kondom melalui Pekan Kondom Nasional 2013
"Kami sampaikan bahwa PKN dibatalkan sesuai hasil diskusi Kemenkes dan juga dengan kesepakatan Direktur DKTTelah terjadi misinterpretasi dan misinformasi terkait tujuan kampanye kondom, sehingga acara dihentikan."kata Budi Harnanto, Deputi Dukungan Umum Komisi Penanggulangan AIDS Nasional melalui pesan singkat.

Besarnya tekanan dan kritik menurut pegiat AIDS Dr Sri Pandam Pulungsi, menunjukkan strategi yang dipilih panitia tak tepat. "Banyaknya protes menunjukkan banyak masyarakat yang belum paham soal kondom, ini yang mestinya digarap. Kalau beginikan malah kontra produktif," tambah mantan konsultan AIDS pada WHO ini.

Peringatan Hari HIV/AIDS haruslah merujuk kepada norma-norma yang berlaku pada suatu wilayah, agar tidak timbul adanya paham yang keliru akan hal ini. Karena kita menginginkan terhindar dari penyakit ini dengan cara yang benar juga, bukan?

oleh: Aldary Rachmadi


Teknik Industri FT-Unsyiah'12